Kata Lembak ada beberapa arti. Ada yang mengartikan "lembah", dan juga "lebak", yaitu daratan sepanjang aliran sungai, dan ada pula yang mengartikan "belakang". Masyarakat ini sendiri memang berdiam di daerah pedalaman provinsi Bengkulu, di pegunungan Bukit Barisan yang menjadi perbatasan dengan provinsi Sumatera Selatan, dari mana bersumber air sungai Musi dan anak-anaknya.
Bahasa Suku Lembak
orang Lembak menyebut bahasa mereka bahasa Bulang yang masih termasuk rumpun bahasa Melayu. Ciri yang menonjol dari bahasa Bulang ini adalah pemakaian vokal "e" untuk menggantikan vokal "a" di belakang sebuah kata. Misalnya apa diucapkan "ape", ke mana diucapkan "kemane", siapa menjadi "siape" dan seterusnya. Pada zaman dulu mereka menggunakan surat ulu.
Mata Pencaharian Suku Lembak
Mata pencaharian utama mereka adalah bertanam padi di sawah, serta sayur-sayuran dan buah-buahan di ladang. Tanahnya yang subur cocok pula dijadikan kebun kopi, cengkeh dan lada. Sebagian lain bekerja sebagai pedagang, tukang kayu dan sebagainya. Pekerjaan bertani umumnya masih dikerjakan secara gotong-royong dan bermusim.
Masyarakat Suku Lembak
Pola perkampungan mereka mengelompok padat di kiri kanan jalan besar atau sungai. Pemukiman seperti itu mereka sebut dusun. Rumah-rumah mereka berdiri di atas tiang-tiang panjang dan pekarangannya tanpa pagar pembatas. Kolong rumah digunakan sebagai tempat menyimpan kayu bakar. Setiap desa dikepalai oleh seorang Kepala Desa. Dalam pekerjaannya Kepala Desa dibantu oleh dua atau tiga orang kepala dusun (kadus), yaitu pejabat yang membawahi dusun yang tergabung ke dalam satu Pemerintahan Desa. Kepemimpinan kaum ulama cukup disegani dalam masyarakat ini.
Kekerabatan Suku Lembak
Bentuk hubungan kekerabatan masyarakat Lembak pada zaman dulu adalah keluarga luas bilateral, tapi dengan adat menetap sesudah kawin yang neolokal. Adat menetap sesudah kawin yang uksorilokal juga ditemukan karena perjanjian adat kawin dimana suami tinggal di rumah pihak isterinya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar